Saturday, October 29, 2016

MENITI BAHARI LEPAS PANTAI ERETAN KULON



By: Admin

Aktivitas memancing mungkin tidak asing bagi para angler. Kesehatan fisik, keterampilan teknis, keuletan, ketekunan, kesabaran, dan kesiapan peralatan selalu menjadi modal dasar aktivitas ini. Memancing di kolam/empang, sungai, atau danau, mungkin banyak orang yang terbiasa. Nah kalau beraktivitas dalam sea fishing...lain cerita.
Agan dan Endén...
Kali ini admin coba berbagi cerita tentang suatu kawasan dimana admin bersama tim “PERSAMI GERLONG GIRANG BANDUNG” yang dikemudian hari berganti nama menjadi “GIRIWIL MANIA BANDUNG ANGLER” mencoba meniti Laut Jawa lepas pantai Eretan Kulon Kabupaten Indramayu.
...Oh ya... Istilah PERSAMI dalam nama tadi bukan “Perkemahan Sabtu-Minggu” lho... Tapi itu singkatan dari “Persatuan Mancing” ceritanya...
Tepatnya, tanggal 25 Maret 2011 kami berangkat ke salah satu kawasan di Kabupaten Indramayu, yaitu pantai Eretan Kulon, dalam rangka “refreshing” dan menyalurkan hobi kami, sea fishing, di lepas pantai. Berangkat dari Gerlong Girang Bandung sekitar pukul 13.30 WIB beranggotakan tujuh orang dengan perlengkapan memancing yang boleh dikatakan gak canggih-canggih amat, tapi cukup memadai untuk melakukan aktivitas sea fishing. Joran dengan kelengkapannya, termos tempat ikan hasil tangkapan dibawa serta. Hal terpenting yang dibawa adalah pakan...eh...makanan sebagai perbekalan dan dompet serta isinya...ini penting banget Gan...
Perjalanan darat ditempuh selama sekitar tiga setengah sampai empat jam melintasi Subang-Pamanukan. Di Pamanukan ini kami biasa untuk menyempatkan beristirahat sejenak, memberi kesempatan kepada mereka yang mau makan atau yang perlu membeli perlengkapan memancing...Biar gak nyesel gara-gara kekurangan perlengkapan nantinya...
Penduduk Desa Eretan Kulon
Tiba di Desa Eretan Kulon sekitar pukul 17.00 WIB. Desa ini merupakan salah satu daerah yang tercakup ke wilayah Kecamatan Kandanghaur Kabupaten Indramayu dengan letak astronomisnya berada pada 6º 18’52.54” LS dan 108º 02’46.86” BT. Secara morfologis, daerahnya berada pada ketinggian rata-rata 1,2 meter dpl. dan merupakan daerah dataran rendah pantai. Mayoritas penduduk di desa ini adalah sebagai nelayan, buruh nelayan, dan pedagang. Di desa inilah kami beristirahat sejenak serta shalat ashar yang hampir kehabisan waktunya...he...he.
Menyiapkan peralatan
Di desa ini, kami mempunyai langganan perahu yang sudah biasa kami gunakan untuk sea fishing di Eretan. Mas nelayan ini sudah siap menyambut kedatangan kami sore itu. Sementara Mas nelayan mempersiapkan perahu dan perlengkapannya, kami mencari dulu umpan berupa udang laut (kelas Malacostraca). Banyak macamnya. Penduduk setempat biasa menyebut jenis-jenisnya seperti udang peci, udang grosok, dan sebagainya. Katanya, yang paling bagus untuk umpan ikan laut adalah jenis udang peci, tapi saya pake udang grosok aja deh... biar murah...he...he. Selain umpan, kami pun mempersiapkan es balok sebagai pengawet ikan tangkapan agar tidak cepet busuk.
Kami bersantai di desa ini hinga waktu shalat maghrib, dan selepas itu, barulah kami berlabuh ke tengah laut melalui sebuah kanal yang menjadi pintu keluar-masuk ke desa ini dari arah laut. Di tepi kiri dan kanan kanal ini berjejer bronjong batu beton sebagai pemecah gelombang agar tidak terlalu mengikis lahan pesisir. Di ujung bronjong tersebut berdiri menara lampu sebagai mercu suar mini penanda “gerbang” atau pintu kanal. Pemandangan di sekitarnya tidak begitu nampak karena hari telah larut. Sementara itu, gelombang laut tidak begitu besar karena baru memasuki masa musim kemarau di Indonesia atau sedang “musim timur”, begitu penduduk nelayan Eretan menyebutnya.
CO kita waktu itu (with black hat) Pak Supardi lagi istirahat di bawah terik matahari
Perjalanan ke spot pertama, yaitu di sekitar area kilang minyak terbesar di lepas pantai Eretan yang biasa disebut oleh para nelayan sebagai “Obor Perancis” memerlukan waktu perjalanan sekitar tiga jam menggunakan perahu dengan dua mesin tempel berkekuatan 21 PK. Selama perjalanan itu, kami menyempatkan untuk tidur dulu di atas perahu, termasuk CO kami, Pak Pardi, seseorang yang telah melanglang bahari dalam kegiatan memancing di laut cukup lama, sementara nakoda perahu dan crew-nya mengendalikan laju perahu.
Spot pertama "Obor Perancis"
Tiba di spot yang dituju, crew perahu berusaha menambatkan tali kekang perahu pada sebuah tiang bekas anjungan minyak yang sudah tidak berfungsi. Nelayan di sana biasa menyebutnya dengan sebutan “obor mati”. Di lokasi ini kegelapan malam tidak begitu pekat, karena masih mendapat sedikit cahaya dari lampu-lampu pada kilang minyak utama. Setelah perahu tertambat dengan baik, barulah kami mulai memancing. Harap-harap cemas, kami menunggu strike...dan tidak lama kemudian...pak Pratman mendapatkan strike pertama. Ujung jorannya tampak melengkung ke arah air. Dia terus berusaha mengangkat hewan laut yang mengait di mata kailnya.

Ikan Samadar/Baronang (Siganus sp.)
Sekitar 1 menit lebih, akhirnya tangkapan pertamanya berhasil diangkat...seekor ikan Baronang (Siganus sp.), ada juga yang menyebutnya dengan nama ikan samadar. Lumayan, lebarnya sekitar dua telapak tangan. Sementara saya pun sudah mulai sibuk dengan menggulung reel joran, dua ekor ikan sekaligus...ikan ekor kuning sebesar tiga jari dan ikan kerapu sebesar empat jari...lumayan biarpun kecil-kecil. Begitu juga dengan yang lainnya sudah sibuk menarik tali pancing. Namun, kesibukan itu tidak berlangsung lama, hanya sekitar setengah jam. Selanjutnya...perlu kesabaran...dan kami terus berusaha dan menunggu. Malam semakin larut, sebagian dari kami memutuskan untuk tidur, sebagian lagi tetap bertahan untuk terus memancing di kegelapan malam. Hanya suara deburan ombak dan dengungan mesin kilang minyak yang menemani kami. Para crew perahu pun tampaknya tertidur pulas dininabobokan oleh ayunan gelombang Laut Jawa.
Sedikit cerita tentang dasar laut lepas pantai Eretan Kulon ini merupakan dasar laut dengan kemiringan lereng yang melandai dari arah darat ke tengah laut. Tidak banyak terumbu karang yang tumbuh di sini, selain karena kondisi airnya yang kurang jernih, terutama yang mendekati pesisir sebagai akibat endapan lumpur dari sungai, juga sering terganggu oleh jaring ikan nelayan, karena kedalaman airnya yang hanya mencapai 30 sampai 50 meter dari permukaan air laut. Di spot pertama tempat kami berada yang jaraknya sekitar 50 mil laut dari pesisir saja, kedalamannya hanya sekitar 30-40 meter dari permukaan air laut. Hanya di daerah-daerah sekitar anjungan/kilang minyak saja yang pertumbuhaan terumbu karangnya cukup lestari. Itulah sebabnya, ketika memancing di kawasan ini, kami selalu ingin mendekati kilang-kilang minyak tersebut, karena ikan tentunya akan lebih banyak ditemukan di daerah seperti itu. Namun, demi keamanan, baik bagi kami maupun bagi keberadaan kilang minyak itu sendiri, ada aturan bahwa perahu nelayan tidak boleh mendekati kilang minyak tersebut dalam radius 500 meter.Hal itu bisa dimengerti, karena kita mungkin tidak akan tahu jika terjadi kebocoran gas atau sejenisnya yang mungkin dapat menyebabkan malapetaka.
Tiba-tiba saja salah seorang dari kami terperanjat karena jorannya bergerak-gerak cukup keras. Rupanya, dia sambil tidur kailnya tidak diangkat, sehingga ada ikan yang memakan umpannya. Dia berusaha untuk menariknya, dan...wah wah wah... seekor kakap merah (Lutjanus campechanus) berhasil diangkatnya. Besarnya lumayan, mungkin sekitar 2 kg.
Memasuki waktu shalat subuh, terdengar alunan adzan melalui speacker dari arah anjungan kilang minyak. Kami pun memutuskan untuk menunaikan shalat subuh di atas perahu dengan berwudlu menggunakan air laut. Meskipun terasa asin, tapi terasa segar, dan suci tentunya. Shalat terpaksa dilakukan dengan cara duduk. Jika berdiri, kemungkinan bisa terjatuh karena perahu terombang-ambing gelombang air laut. Selepas shalat subuh, aktivitas memancing pun kembali dilakukan.
Ekor kuning, batotot, dan selar hasil tangkapan pagi itu
Menjelang pagi hari, tampaknya setiap orang sibuk mengangkat joran masing-masing. Rupanya cukup banyak ikan yang terangkat...seru juga...Bahkan beberapa di antaranya ada yang mendapatkan ikan etong yang cukup besar. Saya sendiri mendapatkan cukup banyak ikan selar (Selaroides leptolepis), ikan ekor kuning (Caesionidae varilineata), ikan bentol (Lates calcarifer), dan beberapa jenis ikan kerapu. Waktu berlalu, kesibukan mengangkat joran pun mulai berkurang, dan akhirnya kami pindah ke lokasi lain. Lokasi yang dituju tetap tidak menjauhi anjungan/kilang minyak, cukup banyak kilang minyak di kawasan perairan ini. Ketika berpindah lokasi ini, kami memutuskan untuk makan-makan dulu...nikmat juga rasanya bisa makan berjamaah di atas perahu yang melaju memecah gelombang laut. Sementara para crew perahu sibuk mengendalikan perahunya. Di spot berikutnya, kali ini lebih ke arah utara, ke arah tengah laut, hasilnya banyak strike yang terjadi ...saaangat seru... Sampai-sampai teriknya matahari seakan-akan tidak terasa. Beberapa lokasi lain kami singgahi, dan setiap kali berpindah tempat, saya menikmati pemandangan unik dimana sejauh mata pemandang, yang terlihat hanyalah ujung pandangan antara pertemuan cakrawala muka air laut dengan langit. Seolah-olah kami berada di tengah-tengah sebuah bidang lingkaran air laut. Tidak tampak daratan sedikit pun.
Mejeng dikit deh...
Waktu dzuhur pun tidak terasa telah tiba dan kami lalui dengan shalat di atas perahu. Selepasnya, kegiatan fishing kembali dilakukan hingga menjelang pukul 14.00 sebelum kami semua memutuskan untuk pulang kembali ke daratan.
Dalam perjalanan pulang, saya menyempatkan mengambil beberapa gambar pemandangan di sepanjang perjalanan ke darat. Beberapa mil mendekati pesisir, kami melihat sero-sero yang dibuat dari batang-batang bambu berjejer. Katanya sero ini merupakan tempat menjebak udang atau ikan. Biasanya dibangun pada kedalaman sekitar 5 – 10 meter...hmmm...nikmat rasanya merasakan segarnya tiupan angin di tengah laut ketika perahu ini bergerak, berbeda dengan ketika perahu sedang tertambat atau turun jangkar... panas sekali rasanya.
Keindahan pemandangan tengah laut pesisir Eretan dihiasi kilang-kilang pemboran minyak bumi
Akhirnya kami tiba juga di darat tempat kami berangkat semalam sebelumnya, dan kami pun turun dari perahu dengan kepuasan yang sulit untuk dibayangkan. Alhamdulillah...