By: Admin
Aktivitas memancing mungkin tidak asing bagi
para angler. Kesehatan fisik, keterampilan teknis, keuletan, ketekunan,
kesabaran, dan kesiapan peralatan selalu menjadi modal dasar aktivitas ini.
Memancing di kolam/empang, sungai, atau danau, mungkin banyak orang yang
terbiasa. Nah kalau beraktivitas dalam sea fishing...lain cerita.
Agan dan Endén...
Kali ini admin coba berbagi cerita tentang
suatu kawasan dimana admin bersama tim “PERSAMI GERLONG GIRANG BANDUNG” yang dikemudian
hari berganti nama menjadi “GIRIWIL MANIA BANDUNG ANGLER” mencoba meniti Laut
Jawa lepas pantai Eretan Kulon Kabupaten Indramayu.
...Oh ya... Istilah PERSAMI dalam nama tadi
bukan “Perkemahan Sabtu-Minggu” lho... Tapi itu singkatan dari “Persatuan
Mancing” ceritanya...
Tepatnya, tanggal 25 Maret 2011 kami berangkat
ke salah satu kawasan di Kabupaten Indramayu, yaitu pantai Eretan Kulon, dalam
rangka “refreshing” dan menyalurkan hobi kami, sea fishing, di
lepas pantai. Berangkat dari Gerlong Girang Bandung sekitar pukul 13.30 WIB
beranggotakan tujuh orang dengan perlengkapan memancing yang boleh dikatakan gak canggih-canggih amat, tapi cukup memadai untuk melakukan aktivitas sea
fishing. Joran dengan kelengkapannya, termos tempat ikan hasil tangkapan
dibawa serta. Hal terpenting yang dibawa adalah pakan...eh...makanan sebagai
perbekalan dan dompet serta isinya...ini penting banget Gan...
Perjalanan darat ditempuh selama sekitar tiga
setengah sampai empat jam melintasi Subang-Pamanukan. Di Pamanukan ini kami
biasa untuk menyempatkan beristirahat sejenak, memberi kesempatan kepada mereka
yang mau makan atau yang perlu membeli perlengkapan memancing...Biar gak nyesel
gara-gara kekurangan perlengkapan nantinya...
Penduduk Desa Eretan Kulon |
Menyiapkan peralatan |
Kami bersantai di desa ini hinga waktu shalat
maghrib, dan selepas itu, barulah kami berlabuh ke tengah laut melalui sebuah
kanal yang menjadi pintu keluar-masuk ke desa ini dari arah laut. Di tepi kiri
dan kanan kanal ini berjejer bronjong batu beton sebagai pemecah gelombang agar
tidak terlalu mengikis lahan pesisir. Di ujung bronjong tersebut berdiri menara
lampu sebagai mercu suar mini penanda “gerbang” atau pintu kanal. Pemandangan
di sekitarnya tidak begitu nampak karena hari telah larut. Sementara itu,
gelombang laut tidak begitu besar karena baru memasuki masa musim kemarau di
Indonesia atau sedang “musim timur”, begitu penduduk nelayan Eretan
menyebutnya.
CO kita waktu itu (with black hat) Pak Supardi lagi istirahat di bawah terik matahari |
Spot pertama "Obor Perancis" |
Ikan Samadar/Baronang (Siganus sp.) |
Sedikit cerita tentang dasar laut lepas pantai
Eretan Kulon ini merupakan dasar laut dengan kemiringan lereng yang melandai
dari arah darat ke tengah laut. Tidak banyak terumbu karang yang tumbuh di sini,
selain karena kondisi airnya yang kurang jernih, terutama yang mendekati
pesisir sebagai akibat endapan lumpur dari sungai, juga sering terganggu oleh
jaring ikan nelayan, karena kedalaman airnya yang hanya mencapai 30 sampai 50
meter dari permukaan air laut. Di spot pertama tempat kami berada yang
jaraknya sekitar 50 mil laut dari pesisir saja, kedalamannya hanya sekitar
30-40 meter dari permukaan air laut. Hanya di daerah-daerah sekitar
anjungan/kilang minyak saja yang pertumbuhaan terumbu karangnya cukup lestari.
Itulah sebabnya, ketika memancing di kawasan ini, kami selalu ingin mendekati
kilang-kilang minyak tersebut, karena ikan tentunya akan lebih banyak ditemukan
di daerah seperti itu. Namun, demi keamanan, baik bagi kami maupun bagi keberadaan
kilang minyak itu sendiri, ada aturan bahwa perahu nelayan tidak boleh
mendekati kilang minyak tersebut dalam radius 500 meter.Hal itu bisa
dimengerti, karena kita mungkin tidak akan tahu jika terjadi kebocoran gas atau
sejenisnya yang mungkin dapat menyebabkan malapetaka.
Tiba-tiba saja salah seorang dari kami
terperanjat karena jorannya bergerak-gerak cukup keras. Rupanya, dia sambil tidur
kailnya tidak diangkat, sehingga ada ikan yang memakan umpannya. Dia berusaha
untuk menariknya, dan...wah wah wah... seekor kakap merah (Lutjanus
campechanus) berhasil diangkatnya. Besarnya lumayan, mungkin sekitar 2 kg.
Memasuki waktu shalat subuh, terdengar alunan
adzan melalui speacker dari arah anjungan kilang minyak. Kami pun
memutuskan untuk menunaikan shalat subuh di atas perahu dengan berwudlu
menggunakan air laut. Meskipun terasa asin, tapi terasa segar, dan suci
tentunya. Shalat terpaksa dilakukan dengan cara duduk. Jika berdiri,
kemungkinan bisa terjatuh karena perahu terombang-ambing gelombang air laut.
Selepas shalat subuh, aktivitas memancing pun kembali dilakukan.
Ekor kuning, batotot, dan selar hasil tangkapan pagi itu |
Mejeng dikit deh... |
Dalam perjalanan pulang, saya menyempatkan
mengambil beberapa gambar pemandangan di sepanjang perjalanan ke darat. Beberapa
mil mendekati pesisir, kami melihat sero-sero yang dibuat dari
batang-batang bambu berjejer. Katanya sero ini merupakan tempat menjebak udang
atau ikan. Biasanya dibangun pada kedalaman sekitar 5 – 10 meter...hmmm...nikmat
rasanya merasakan segarnya tiupan angin di tengah laut ketika perahu ini bergerak,
berbeda dengan ketika perahu sedang tertambat atau turun jangkar... panas
sekali rasanya.
Keindahan pemandangan tengah laut pesisir Eretan dihiasi kilang-kilang pemboran minyak bumi |